Difference between revisions of "BAB II KONSEP TANTANGAN DAN STRATEGI"
From SEPAKAT wiki
(Created page with "<div class="hidden-toc-number"> <div style="color:red;font-size:2.5em;">PANDUAN UMUM KEMISKINAN EKSTREM</div> =BAB II KONSEP TANTANGAN DAN STRATEGI= <h2>2.1. Konsep dan D...") |
(→2.3. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Ekstrem) |
||
(3 intermediate revisions by the same user not shown) | |||
Line 1: | Line 1: | ||
<div class="hidden-toc-number"> | <div class="hidden-toc-number"> | ||
− | <div style="color:red;font-size: | + | <div style="color:red;font-size:1.5em;">PANDUAN UMUM KEMISKINAN EKSTREM</div> |
− | |||
=BAB II KONSEP TANTANGAN DAN STRATEGI= | =BAB II KONSEP TANTANGAN DAN STRATEGI= | ||
− | + | ==2.1. Konsep dan Definisi Kemiskinan Ekstrem== | |
− | |||
− | |||
<div class="lower-alpha"> | <div class="lower-alpha"> | ||
# Kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tapi juga akses pada layanan sosial (United Nations, 1996). | # Kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tapi juga akses pada layanan sosial (United Nations, 1996). | ||
Line 17: | Line 14: | ||
− | + | ==2.2. Cara Mengukur dan Identifikasi Kemiskinan Ekstrem== | |
<div class="lower-alpha"> | <div class="lower-alpha"> | ||
− | # Perhitungan jumlah dan angka miskin ekstrem dihitung oleh BPS setiap tahunnya dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). September 2021, angka kemiskinan ekstrem sebesar 3,73% dari total penduduk Indonesia. | + | # Perhitungan jumlah dan angka miskin ekstrem dihitung oleh BPS setiap tahunnya dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). September 2021, angka kemiskinan ekstrem sebesar 3,73% dari total penduduk Indonesia. <br/>[[Image:Gambar_2.1_perkembangan_miskin_ekstrem.PNG|Perkembangan Miskin Ekstrem]] |
# Pada tahun 2021, Provinsi Papua dan Papua Barat menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan ekstrem tertinggi yaitu masing-masing sebesar 14,15% dan 13,87%. | # Pada tahun 2021, Provinsi Papua dan Papua Barat menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan ekstrem tertinggi yaitu masing-masing sebesar 14,15% dan 13,87%. | ||
# Jumlah penduduk miskin ekstrem tertinggi tersebar di 3 provinsi di Pulau Jawa yaitu Jawa Timur (1,73 juta jiwa), Jawa Barat (1,66 juta jiwa), dan Jawa Tengah (1,62 juta jiwa). | # Jumlah penduduk miskin ekstrem tertinggi tersebar di 3 provinsi di Pulau Jawa yaitu Jawa Timur (1,73 juta jiwa), Jawa Barat (1,66 juta jiwa), dan Jawa Tengah (1,62 juta jiwa). | ||
# Menurut SUSENAS Maret 2021, sebesar 24,7% kepala rumah tangga penduduk miskin ekstrem tidak lulus Sekolah Dasar dan sebesar 39,8% lulusan setara Sekolah Dasar. | # Menurut SUSENAS Maret 2021, sebesar 24,7% kepala rumah tangga penduduk miskin ekstrem tidak lulus Sekolah Dasar dan sebesar 39,8% lulusan setara Sekolah Dasar. | ||
# Penduduk miskin ekstrem memiliki rasio ketergantungan lebih tinggi yaitu sebesar 71,31% dengan jumlah anak rata-rata 2,3 per rumah tangga, dibandingkan dengan penduduk bukan miskin ekstrem 1,8. | # Penduduk miskin ekstrem memiliki rasio ketergantungan lebih tinggi yaitu sebesar 71,31% dengan jumlah anak rata-rata 2,3 per rumah tangga, dibandingkan dengan penduduk bukan miskin ekstrem 1,8. | ||
− | # Identifikasi penduduk miskin ekstrem menggunakan ''Proxy Means Test (''PMT), yaitu perkiraan pengeluaran rumah tangga dengan melihat aspek sosial ekonomi. | + | # Identifikasi penduduk miskin ekstrem menggunakan ''Proxy Means Test (''PMT), yaitu perkiraan pengeluaran rumah tangga dengan melihat aspek sosial ekonomi.<br/>[[Image:Gambar_2.2_karakteristrik_miskin_ekstrem.PNG|Karakteristrik Kelompok Miskin dan Miskin Ekstrem]] |
# Persentase penduduk miskin ekstrem penyandang disabilitas dan lansia lebih tinggi secara umum. | # Persentase penduduk miskin ekstrem penyandang disabilitas dan lansia lebih tinggi secara umum. | ||
# Kepala rumah tangga perempuan yang termasuk miskin ekstrem sebanyak 3,16%. Kepala rumah tangga ini cenderung tidak tamat sekolah dasar. | # Kepala rumah tangga perempuan yang termasuk miskin ekstrem sebanyak 3,16%. Kepala rumah tangga ini cenderung tidak tamat sekolah dasar. | ||
Line 30: | Line 27: | ||
# Akses penduduk miskin ekstrem terhadap akses sanitasi layak relatif sama rendahnya dengan penduduk miskin. | # Akses penduduk miskin ekstrem terhadap akses sanitasi layak relatif sama rendahnya dengan penduduk miskin. | ||
</div> | </div> | ||
− | |||
==2.3. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Ekstrem== | ==2.3. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Ekstrem== | ||
− | Beberapa faktor penyebab kemiskinan ekstrem, adalah: | + | Beberapa faktor penyebab kemiskinan ekstrem, adalah: |
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
− | |||
+ | # '''Akses terhadap sumber ekonomi''' <br/>Hambatan struktural terhadap sumber mata pencaharian merupakan penyebab utama kemiskinan ekstrem sulit untuk dihapuskan. | ||
+ | # '''Pemenuhan kebutuhan gizi seimbang dan hidup sehat'''<br/>Kurang gizi membuat kondisi penduduk miskin ekstrem mengalami pertumbuhan intelektual yang lambat dan menjadi kurang produktif. Selain itu, kurangnya pemahaman pentingnya hidup sehat dan ketiadaan jaminan kesehatan membuat mereka rentan terhadap guncangan ekonomi akibat kondisi kesehatan. | ||
+ | # '''Akses dan informasi tentang pendidikan'''<br/>Keterbatasan akses dan informasi pentingnya pendidikan menghambat individu untuk memperoleh pendidikan formal maupun informal. Hal ini menyebabkan mereka kurang mempunyai keterampilan dan kemampuan berkompetisi di pasar kerja. | ||
+ | # '''Akses infrastruktur dan transportasi'''<br/>Keluarga miskin ekstrem mempunyai akses yang terbatas terhadap infrastruktur dasar dan layanan transportasi yang menyebabkan rendahnya produktivitas. Sebagai contoh, kesulitan akses jalan yang baik dan transportasi murah membuat petani kurang berdaya saing untuk menjual produknya sehingga pendapatannya rendah. | ||
+ | # '''Diskriminasi gender'''<br/>Peluang ekonomi perempuan dibatasi oleh akses yang tidak setara terhadap kepemilikan aset ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan yang dibayar. Di lain pihak, perempuan memiliki tanggung jawab lebih besar untuk merawat keluarga, upah lebih sedikit dibanding laki-laki, menabung lebih sedikit, dan memiliki pekerjaan yang jauh lebih tidak aman. | ||
+ | # '''Lansia dan Penyandang Disabilitas'''<br/>Penduduk lanjut usia dan penyandang disabilitas, terlebih yang tinggal sendiri, sangat rentan menjadi miskin ekstrem karena tidak mempunyai pekerjaan dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan layak. | ||
==2.4. Tantangan Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem== | ==2.4. Tantangan Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem== | ||
− | + | <div class="lower-alpha"> | |
− | # '''Peningkatan akurasi data sasaran program''' | + | # '''Peningkatan akurasi data sasaran program'''<br/>Ketidaktepatan sasaran program merupakan kondisi dimana rumah tangga yang tidak berhak menerima bantuan sosial namun menerima bantuan ''(inclusion error). Sebaliknya, '' rumah tangga yang berhak menerima bantuan sosial namun tidak menerima bantuan ''(exclusion error)''. Penyebab rendahnya akurasi data penerima manfaat, adalah: |
− | + | ## Data yang belum dimutakhirkan secara berkala. | |
− | Ketidaktepatan sasaran program merupakan kondisi dimana rumah tangga yang tidak berhak menerima bantuan sosial namun menerima bantuan ''(inclusion error). Sebaliknya, '' rumah tangga yang berhak menerima bantuan sosial namun tidak menerima bantuan ''(exclusion error)''. Penyebab rendahnya akurasi data penerima manfaat, adalah: | + | ## Pemeringkatan kesejahteraan penduduk tidak dilakukan. |
− | + | ## Sistem rujukan tidak dijalankan dengan baik. | |
− | # Data yang belum dimutakhirkan secara berkala. | + | ## Pendataan tidak inklusif. |
− | # Pemeringkatan kesejahteraan penduduk tidak dilakukan. | + | # '''Peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) penyelenggara'''<br/>SDM penyelenggara program dan layanan di tingkat pusat dan daerah memiliki tiga keterbatasan, yaitu: |
− | # Sistem rujukan tidak dijalankan dengan baik. | + | ## pemahaman terkait konsep dan permasalahan kemiskinan ekstrem. |
− | # Pendataan tidak inklusif. | + | ## mengakses data penduduk dengan kondisi sosial-ekonomi. |
− | + | ## proses perencanaan, penganggaran, intervensi dan evaluasi untuk program dan layanan kemiskinan ekstrem. | |
− | |||
− | |||
− | # '''Peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) penyelenggara''' | ||
− | |||
− | SDM penyelenggara program dan layanan di tingkat pusat dan daerah memiliki tiga keterbatasan, yaitu: | ||
− | |||
− | # pemahaman terkait konsep dan permasalahan kemiskinan ekstrem. | ||
− | # mengakses data penduduk dengan kondisi sosial-ekonomi. | ||
− | # proses perencanaan, penganggaran, intervensi dan evaluasi untuk program dan layanan kemiskinan ekstrem. | ||
# '''Konvergensi pelaksanaan program dan anggaran lintas sektor''' | # '''Konvergensi pelaksanaan program dan anggaran lintas sektor''' | ||
## Integrasi antara program, anggaran, dan sasaran penghapusan kemiskinan ekstrem di pusat dan daerah masih lemah. | ## Integrasi antara program, anggaran, dan sasaran penghapusan kemiskinan ekstrem di pusat dan daerah masih lemah. | ||
Line 87: | Line 55: | ||
## Sinkronisasi dan koordinasi lintas OPD belum berhasil memastikan ketepatan sasaran kelompok miskin ekstrem. | ## Sinkronisasi dan koordinasi lintas OPD belum berhasil memastikan ketepatan sasaran kelompok miskin ekstrem. | ||
## Proses penentuan target program belum inklusif, yaitu melibatkan kelompok rentan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) di berbagai tingkatan. | ## Proses penentuan target program belum inklusif, yaitu melibatkan kelompok rentan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) di berbagai tingkatan. | ||
− | # '''Regulasi dan pedoman pelaksanaan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem ''' | + | # '''Regulasi dan pedoman pelaksanaan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem '''<br />Belum adanya regulasi dan pedoman bersama dalam pelaksanaan program penghapusan kemiskinan ekstrem sebagai acuan Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Provinsi, kabupaten/kota, hingga desa/kelurahan. |
− | |||
− | Belum adanya regulasi dan pedoman bersama dalam pelaksanaan program penghapusan kemiskinan ekstrem sebagai acuan Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Provinsi, kabupaten/kota, hingga desa/kelurahan. | ||
+ | </div> | ||
</div> | </div> |
Latest revision as of 12:59, 14 March 2022
PANDUAN UMUM KEMISKINAN EKSTREM
Contents
BAB II KONSEP TANTANGAN DAN STRATEGI
2.1. Konsep dan Definisi Kemiskinan Ekstrem
- Kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tapi juga akses pada layanan sosial (United Nations, 1996).
- Berdasarkan Bank Dunia, penduduk miskin ekstrem adalah penduduk yang memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tidak lebih dari USD 1,9 PPP (Purchasing Power Parity).
- Purchasing Power Parity adalah unit harga yang telah disesuaikan sehingga nilai mata uang di berbagai negara dapat dibandingkan satu dengan yang lain.
- Pada Maret 2021, Garis Kemiskinan Ekstrem diperkirakan sebesar Rp11.941,12/orang/hari atau Rp358.233,6/orang/bulan (BPS, 2021).
- Penghapusan miskin ekstrem menjadi salah satu indikator Tujuan 1 yaitu: Tanpa Kemiskinan di Sustainable Development Goals (SDGs).
2.2. Cara Mengukur dan Identifikasi Kemiskinan Ekstrem
- Perhitungan jumlah dan angka miskin ekstrem dihitung oleh BPS setiap tahunnya dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). September 2021, angka kemiskinan ekstrem sebesar 3,73% dari total penduduk Indonesia.
- Pada tahun 2021, Provinsi Papua dan Papua Barat menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan ekstrem tertinggi yaitu masing-masing sebesar 14,15% dan 13,87%.
- Jumlah penduduk miskin ekstrem tertinggi tersebar di 3 provinsi di Pulau Jawa yaitu Jawa Timur (1,73 juta jiwa), Jawa Barat (1,66 juta jiwa), dan Jawa Tengah (1,62 juta jiwa).
- Menurut SUSENAS Maret 2021, sebesar 24,7% kepala rumah tangga penduduk miskin ekstrem tidak lulus Sekolah Dasar dan sebesar 39,8% lulusan setara Sekolah Dasar.
- Penduduk miskin ekstrem memiliki rasio ketergantungan lebih tinggi yaitu sebesar 71,31% dengan jumlah anak rata-rata 2,3 per rumah tangga, dibandingkan dengan penduduk bukan miskin ekstrem 1,8.
- Identifikasi penduduk miskin ekstrem menggunakan Proxy Means Test (PMT), yaitu perkiraan pengeluaran rumah tangga dengan melihat aspek sosial ekonomi.
- Persentase penduduk miskin ekstrem penyandang disabilitas dan lansia lebih tinggi secara umum.
- Kepala rumah tangga perempuan yang termasuk miskin ekstrem sebanyak 3,16%. Kepala rumah tangga ini cenderung tidak tamat sekolah dasar.
- Kelompok pekerja informal yang masuk kategori miskin ekstrem sebesar 4,45% dan lebih dari 60% merupakan usia produktif di bawah 50 tahun .
- Akses penduduk miskin ekstrem terhadap akses sanitasi layak relatif sama rendahnya dengan penduduk miskin.
2.3. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Ekstrem
Beberapa faktor penyebab kemiskinan ekstrem, adalah:
- Akses terhadap sumber ekonomi
Hambatan struktural terhadap sumber mata pencaharian merupakan penyebab utama kemiskinan ekstrem sulit untuk dihapuskan. - Pemenuhan kebutuhan gizi seimbang dan hidup sehat
Kurang gizi membuat kondisi penduduk miskin ekstrem mengalami pertumbuhan intelektual yang lambat dan menjadi kurang produktif. Selain itu, kurangnya pemahaman pentingnya hidup sehat dan ketiadaan jaminan kesehatan membuat mereka rentan terhadap guncangan ekonomi akibat kondisi kesehatan. - Akses dan informasi tentang pendidikan
Keterbatasan akses dan informasi pentingnya pendidikan menghambat individu untuk memperoleh pendidikan formal maupun informal. Hal ini menyebabkan mereka kurang mempunyai keterampilan dan kemampuan berkompetisi di pasar kerja. - Akses infrastruktur dan transportasi
Keluarga miskin ekstrem mempunyai akses yang terbatas terhadap infrastruktur dasar dan layanan transportasi yang menyebabkan rendahnya produktivitas. Sebagai contoh, kesulitan akses jalan yang baik dan transportasi murah membuat petani kurang berdaya saing untuk menjual produknya sehingga pendapatannya rendah. - Diskriminasi gender
Peluang ekonomi perempuan dibatasi oleh akses yang tidak setara terhadap kepemilikan aset ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan yang dibayar. Di lain pihak, perempuan memiliki tanggung jawab lebih besar untuk merawat keluarga, upah lebih sedikit dibanding laki-laki, menabung lebih sedikit, dan memiliki pekerjaan yang jauh lebih tidak aman. - Lansia dan Penyandang Disabilitas
Penduduk lanjut usia dan penyandang disabilitas, terlebih yang tinggal sendiri, sangat rentan menjadi miskin ekstrem karena tidak mempunyai pekerjaan dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan layak.
2.4. Tantangan Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem
- Peningkatan akurasi data sasaran program
Ketidaktepatan sasaran program merupakan kondisi dimana rumah tangga yang tidak berhak menerima bantuan sosial namun menerima bantuan (inclusion error). Sebaliknya, rumah tangga yang berhak menerima bantuan sosial namun tidak menerima bantuan (exclusion error). Penyebab rendahnya akurasi data penerima manfaat, adalah:- Data yang belum dimutakhirkan secara berkala.
- Pemeringkatan kesejahteraan penduduk tidak dilakukan.
- Sistem rujukan tidak dijalankan dengan baik.
- Pendataan tidak inklusif.
- Peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) penyelenggara
SDM penyelenggara program dan layanan di tingkat pusat dan daerah memiliki tiga keterbatasan, yaitu:- pemahaman terkait konsep dan permasalahan kemiskinan ekstrem.
- mengakses data penduduk dengan kondisi sosial-ekonomi.
- proses perencanaan, penganggaran, intervensi dan evaluasi untuk program dan layanan kemiskinan ekstrem.
- Konvergensi pelaksanaan program dan anggaran lintas sektor
- Integrasi antara program, anggaran, dan sasaran penghapusan kemiskinan ekstrem di pusat dan daerah masih lemah.
- Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan Kabupaten/Kota belum berperan optimal.
- Sinkronisasi dan koordinasi lintas OPD belum berhasil memastikan ketepatan sasaran kelompok miskin ekstrem.
- Proses penentuan target program belum inklusif, yaitu melibatkan kelompok rentan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) di berbagai tingkatan.
- Regulasi dan pedoman pelaksanaan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem
Belum adanya regulasi dan pedoman bersama dalam pelaksanaan program penghapusan kemiskinan ekstrem sebagai acuan Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Provinsi, kabupaten/kota, hingga desa/kelurahan.